Hot Posts

Berkolaborasi dan Bertransformasi Menumbuhkan Ekosistem Digital Menuju Merdeka Belajar

SELAMAT DATANG DI BLOG GURU DION INDONESIA

Perkenalkan ngaran ulun Bapak Agus dari SMP Mitra Kasih Banjar. Ulun Sahabat Teknologi 2023 Provinsi Kalimantan Selatan. Ulun mewakili Kabupaten Banjar. Mohon dukungan dan doa pian sabarataan, agar ulun dapat melaju ke Tingkat Nasional sebagai Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 mewakili Kalimantan Selatan. Terima kasih nggih, ulun minta rela, minta ikhlas, minta Ridha lawan pian sabarataan.

Comments

4/comments/show

Tetap Menulis Meski Berada di Titik Kritis!

 

Menulis di Titik Kritis

(Sumber foto: https://waytogomedia.com )



Oleh: Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM


Jika kita berani memulai, tentu kita sudah siap melanjutkannya atau justru mengakhirinya. Tentu di setiap pilihan yang nantinya kita jatuhkan, kita akan berusaha untuk melakukan yang terbaik. Demikian juga yang terjadi ketika pada suatu ketika kita berani memutuskan untuk mulai menulis, maka kita harus siap melanjutkan tulisan tersebut hingga titik terakhir. Pun jikalau tulisan yang sedang kita kerjakan sepertinya tidak mungkin menemui takdir terbaiknya, tapi toh harus tetap kita usahakan agar terselesaikan sebagaimana mestinya.

Dalam situasi tertentu, kita mungkin pernah mengalami tengah berada di titik kritis. Namanya saja titik kritis, maka hal itu dapat mengisyaratkan bahwa seseorang sedang berada pada situasi yang benar-benar tidak menguntungkannya, meskipun telah diusahakan untuk melihatnya dari berbagai sudut pandang yang ada.


Ide Buntu, Meski Mulut Sudah Komat-Kamit

Pengalaman “ide buntu” yang tiba-tiba menyergap kita dari segala arah, menjadikan nyala semangat menulis kita dapat menjadi padam seketika!

Ide buntu tak jarang menjadikan kita mati gaya. Dalam kondisi demikian, mungkin kita akan mencoba memandangi langit-langit atau tembok kamar dengan harapan ada seekor binatang ajaib muncul dan mengubah segalanya. Di saat yang lain, mulut kita barangkali akan mencoba komat-kamit, berbicara secara sembarangan tak tentu arah, dengan harapan yang kurang lebih sama demi mendapatkan ide di kepala.

Beberapa judul buku mungkin sudah berusaha kita baca halaman demi halamannya. Beberapa judul artikel di dunia maya yang lewat di depan mata segera kita simak dengan apiknya. Namun semua usaha itu ternyata hanya sia-sia belaka. Ide buntu tetaplah buntu. Apakah ada solusi?

Kegagalan terkadang tak dapat kita pungkiri begitu saja. Karena di mana ada keberhasilan, sudah bisa dipastikan bahwa di situ kegagalan akan selalu mengintai kita. Apakah kita telah menyadarinya selama ini? Atau kita terlalu merasa tentram dalam ninabobo sederet keberhasilan yang sudah kita raih sebelumnya?

Apa yang terjadi jika pengalaman gagal ini menimpa seorang penulis yang namanya begitu tenar? Apakah pengalaman gagal ini akan menjadi sesuatu yang menakutkan baginya? Mungkin akan menjadi mimpi buruk yang tak pernah diharapkannya; atau bisa jadi akan menjadi momen pemanggil rasa traumatis yang begitu terasa menyiksa di jiwa?

Dan “ide buntu” bisa menjadi pintu awal mula terjadinya kegagalan bagi seorang penulis. Kegagalan yang satu yang kemudian disusul oleh kegagalan demi kegagalan berikutnya; yang akhirnya melahirkan rasa pesimis dan menuntun seseorang mencapai titik kritisnya!


Jadikan Titik Kritis “Kunci” Memulai Sebuah Tulisan!

Boleh percaya, boleh juga tidak. Ada sebagian penulis yang kemudian menjadi terkenal berkat karya-karyanya – yang sebenarnya berkisah tentang “kegagalan” atau pengalamannya saat berada di titik kritis tersebut.

Pengalaman seburuk apapun, jika dituangkan dalam kisah yang runut melalui kalimat-kalimat yang menarik, pasti akan memunculkan daya magnet tersendiri pada para pembacanya kelak. Memang untuk melakukannya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena untuk sampai pada kondisi demikian, tak jarang seorang penulis harus mampu meredam gejolak yang begitu menggebu-gebu. Gejolak yang menjadi gambaran betapa kegagalan yang sudah dialami telah berhasil menghantarkannya pada sebuah titik kristis yang tak pernah diharapkannya.

Bagi Anda yang tengah berada pada situasi demikian, cobalah untuk menjadikan situasi ini “kunci” memulai sebuah tulisan. Jika kunci dapat membuka sebuah pintu, maka kita pun dapat mempunyai keyakinan yang sama bahwa sebuah tulisan yang nantinya kita dapat menjadi “pintu” bagi hadirnya tulisan-tulisan kita berikutnya.

Keyakinan itu penting, karena tanpa keyakinan maka perjuangan kita akan terasa berkurang gregetnya. Tanpa keyakinan, serasa sayur tanpa garam. Sebanyak apapun vetsin yang berusaha kita tambahkan pada sayur tersebut, tak akan pernah menjadikannya lebih nyaman jika tanpa garam.

Jadi, tetaplah menulis meskipun kita tengah berada di titik kristis!


Banjarmasin, 16 Februari 2021

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tetap Menulis Meski Berada di Titik Kritis!"

Post a Comment