Seri Motivasi Menulis Bagi Guru (Bagian 12)
Ilustrasi Menulis di Pagi Hari di alamat: https://kirim.email/eksklusif-beginilah-cara-founder-kirim-email-menulis-dan-mengirim-broadcast-email-secara-live/
Pagi hari adalah momen istimewa yang bisa
kita manfaatkan untuk menulis. Di saat kita menatap matahari yang sedang
terbit, maka kita akan menjumpai pemandangan alam yang sangat indah. Sebagian
orang menyebutnya sebagai “the golden moment” atau momen emas; sebab ketika momen
ini sedang berlangsung, sinar mentari menghadirkan semburat dan garis-garis
cahaya yang menawan di kedua mata kita. Sangat indah!
Penulis sendiri dalam banyak kesempatan berhasil
memanfaatkan momen emas ini untuk kegiatan menulis. Biasanya ide atau inspirasi
yang ada akan terasa mengalir begitu saja. Bahkan tidak menutup kemungkinan,
apabila situasinya sangat mendukung, maka aliran ide atau inspirasi yang
penulis alami seolah-olah menjadi tak terbendung atau sulit dihentikan begitu
saja.
Tentu kondisi yang demikian akan sangat
menguntungkan kita tatkala kita mempunyai target atau sedang dituntut untuk
merampungkan sebuah judul tulisan yang isinya panjang atau sangat-sangat panjang.
Salah satu contoh tulisan panjang yang penulis maksud di sini misalnya esai,
novel, opini, cerita bersambung, hingga naskah buku.
Khusus untuk penyelesaian naskah sebuah buku,
penulis tidak cukup hanya menghabiskan satu atau dua kali momen emas yang
penulis singgung sejak di awal tulisan ini. Dengan kata lain, penulis bisa
berkali-kali mengalami momen emas dalam proses penulisan yang penulis lakukan. Dan
hingga hari ini, salah satu buku yang harus penulis selesaikan dalam rentang
waktu setahun adalah penulisan sebuah buku bergenre “sejarah”.
Untuk menyelesaikan penulisan buku sejarah
tersebut, waktu yang ada tidak hanya penulis habiskan untuk menulis setiap
harinya. Akan tetapi dalam rentang waktu yang tersedia itu, penulis juga
memanfaatkannya untuk membaca banyak referensi atau sumber bacaan terkait.
Jujur penulis akui, karena memiliki genre
sejarah, maka penulis perlu mengumpulkan sekian banyak referensi yang memadai
dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. Bahkan untuk aktivitas yang
penulis singgung terakhir ini, penulis harus rela pergi jauh-jauh ke Pulau Jawa
hanya untuk membeli beberapa judul “buku langka” yang sangat sulit diperoleh!
Pada masa-masa itu toko buku “online”
belum sepopuler sekarang ini, meskipun mungkin eksistensinya atau keberadaannya
sudah tersedia di jejaring internet. Berbeda kondisinya ketika pandemi Covid-19
mulai merebak dan berlangsung selama 2 tahun belakangan, semua orang tentu mengetahui
bahwa “belanja online” adalah salah satu pilihan utama yang dilakukan
oleh sebagian masyarakat kita.
Jangankan untuk membeli buku atau
barang-barang tertentu dari luar kota; untuk membeli makanan atau memperoleh
jasa dari lokasi-lokasi terdekat pun, kita sekarang lebih cenderung
memanfaatkan jasa pesan antar secara daring atau online ini. Dan saat
ini kebiasaan tersebut seolah-olah telah menjadi kebiasaan baru yang mulai
mendarah daging dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari.
Penulis sendiri dalam banyak kesempatan pun
memanfaatkan jasa pembelian secara online ini untuk memperoleh beberapa
judul buku yang penulis minati. Agar
kita sungguh-sungguh memperoleh buku yang kita inginkan, maka sudah
tentu kita perlu mencermati profil “toko buku online” yang kita
kunjungi. Karena sudah menjadi rahasia umum, ada sebagian toko buku online ini
ternyata tidak mengirimkan buku-buku yang kita pesan secara daring. Kemungkinan
lain yang terjadi, ada sebagian toko buku online yang mengirimkan buku
dengan kualitas yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada gerai
buku online miliknya. Spesifikasi yang penulis maksud di sini misalnya
meliputi jenis kertas, kualitas cetakan, gambar sampul atau cover buku,
dan lain sebagainya.
Kembali kepada proses penulisan buku sejarah
yang penulis singgung di atas, penulis berandai-andai jika pada masa itu penulis
bisa memeroleh buku-buku yang penulis inginkan secara daring, tentu penulis
tidak perlu berlelah-lelah pergi ke Pulau Jawa hanya untuk mendapatkan beberapa
judul buku yang terbilang langka itu.
Sebuah pepatah lama berbunyi demikian, “pengalaman
adalah guru yang paling berharga”. Dan penulis sendiri secara pribadi tetap
merasa bangga dan bahagia menjalani proses penulisan buku sejarah yang
terbilang lama itu, plus dengan segala aktivitas tambahan yang sudah penulis
paparkan.
Semua itu teramu dan terwujud dalam sebuah
buku sejarah yang kemudian penulis hasilkan. Ada rasa puas, ada rasa bangga, bercampur
dengan rasa bahagia dan haru di dalamnya. Dan salah satu kuncinya adalah
ketekunan yang tak pernah mengenal kata putus asa!
Banjarmasin,
21 Juni 2022
0 Response to "Seri Motivasi Menulis Bagi Guru (Bagian 12)"
Post a Comment